Aku pernah mendengar sebuah cerita, bahwa setiap bayi yang dilahirkan memiliki malaikat penjaganya masing-masing. Pernah mendengar kisah tentang seorang anak yang selamat selama berhari-hari terombang-ambing di tengah lautan saat terjadi bencana tsunami di Aceh? Pernah mendengar kisah tentang seorang wanita yang tetap selamat setelah hampir seminggu terkubur hidup-hidup di bawah reruntuhan bangunan di Bangladesh? Pernah mendengar tentang seseorang yang bisa selamat dalam sebuah kecelakaan mematikan? Selamat dari kebakaran dahsyat? Aku percaya bahwa ada sesuatu yang menjaga orang-orang itu. Ialah Sang Malaikat Penjaga.
Aku tidak sedang berkhayal tentang keberadaan Sang Malaikat Penjaga, meskipun mungkin terdengar sangat kekanak-kanakan. Apakah terdengar konyol jika kukatakan bahwa aku juga memiliki seorang Malaikat penjaga? Ia ada bersamaku. Dia menjagaku, menjauhkanku dari orang-orang yang berniat tidak baik terhadapku. Berlatarbelakang pengalaman pahit yang dialami ibu dan nenekku, kini ia datang untuk menjagaku. Untuk mencegah hal yang sama terjadi padaku.
“Kamu hidup dalam kisah fiksi, pengkhayal.” Kata seseorang kepadaku.
“Oya? Begitukah menurutmu?” Tanyaku padanya.
“Dengar, hidup ini tidak seperti dongeng Cinderella. Ibu Peri itu tidak ada. Kamu harus bangun dan hidup dalam kenyataan.”
“Ya, mungkin kamu benar. Aku hidup dalam dongeng, cerita fiksi. Lalu menurutmu apa yang aku dapatkan saat aku bangun? Dongeng itu sendiri!”
Dongengku, aku memiliki seorang Malaikat Penjaga yang sangat overprotective. Begitu sayangnya ia padaku, sehingga tak dibiarkannya siapapun yang berpotensi akan menyakitiku terlalu dekat denganku. Tak mau ia lepaskan pegangannya padaku.
“Aku akan menjagamu. Melindungimu. Aku yang bertanggugjawab atas dirimu.” Katanya tegas.
Aku beruntung memilikinya dalam hidupku. Lihat, apapun yang terjadi dalam hidupku, tak pernah dibiarkannya aku terguncang. Ia membentengiku dari kesakitan. Kemanapun aku pergi, ia menemani dan menjagaku. aku tidak takut ada orang yang mungkin akan menjahatiku. Karena aku tahu ia ada. Selalu disampingku, seperti seorang bodyguard.
Tapi ada satu hal yang ia lupakan. Karena begitu kuatnya benteng pertahanan yang ia bangunkan untukku, tanpa ia sadari, aku menjadi seperti putri yang terkurung di menara.
“Aku kesepian…” Aku berkata padanya suatu hari.
“Mengapa kau kesepian?” Tanyanya.
“Apakah aku jelek?” Aku balik bertanya padanya.
“Tidak” jawabnya.
“Kelakuanku tidak baik?” tanyaku lagi.
“Tidak.”
“Mungkin aku sombong?”
“Aku rasa tidak”
“Atau aku dungu?”
“Tentu saja tidak”
“Aku egois?”
“Sudah cukup. Aku tahu kau akan terus bertanya hal-hal jelek yang mungkin ada pada dirimu. Simpan itu untukmu sendiri. Dengar, pada dasarnya manusia, sifat-sifat seperti itu pasti ada. Hanya kadarnya yang berbeda-beda. Karena kita bukan malaikat ataupun nabi. Kita bukan orang suci. Tidak ada manusia yang sempurna.”
“Lalu mengapa aku merasa tidak ada orang yang benar-benar menginginkanku? Seperti katamu tidak ada manusia yang sempurna. Aku tidak sempurna. Aku bukan orang suci. Aku mungkin melakukan kesalahan. Aku mungkin mengambil keputusan yang salah. Tapi apakah aku seburuk itu hingga aku tidak layak dicintai, diinginkan, diperjuangkan?”
“Jangan pernah mengutuki dirimu sendiri!”
“Lalu kenapa? Kenapa aku tidak bisa seperti orang lain? Kenapa aku merasa tidak ada yang menginginkan aku? Saat sahabatku sakit dan suaminya terlihat begitu mengkhawatirkannya, hatiku kecilku cemburu. Adakah seseorang yang juga akan begitu mengkhawatirkan aku ketika aku sakit? Dadaku sesak saat melihat sepasang orangtua muda bermain-main dengan anak balita mereka. Akankah aku merasakannya juga? Aku tahu aku belum begitu tua, setidak-tidaknya aku ingin mengetahui bahwasanya seseorang mencintaiku. Agar aku tahu bahwa aku juga diinginkan.”
Aku menunggunya berkata sesuatu, tapi dia hanya terdiam.
Lalu ia berkata,
“Tidak ada yang salah denganmu. Bukan juga tidak ada yang menginginkan kamu. Tapi aku sendiri yang menyingkirkan mereka. Aku menjauhkan mereka darimu.”
“Apa?” tanyaku setengah kaget.
“Apa maksudmu? Kenapa kau melakukan itu?” aku menuntut penjelasan darinya.
“Karena kau berharga.” jawabnya pendek.
“Jadi karena aku berharga maka kau menyingkirkan orang-orang yang menyukaiku?”
“Aku mengetahui apa yang mungkin tidak kau ketahui.” katanya.
“Kau bukan Tuhan.” gubrisku.
“Aku memang bukan Tuhan. Aku hanyalah ruh, spirit. Memang aku mengetahui hal-hal yang tidak kau ketahui. Jangan tanyakan bagaimana aku mengetahuinya. Aku melakukan semua ini untuk kebaikanmu sendiri. Aku akan melindungimu dari apapun. Aku Malaikat Penjagamu.”
“Apa itu artinya kau juga harus menjauhkan aku dari orang yang aku sukai?”
“Ya, jika memang harus. Mereka yang hatinya tidak bersih, tulus dan bersungguh-sungguh terhadapmu tidak akan aku perkenankan dekat-dekat denganmu. Mereka yang hanya akan menyakitimu akan aku jauhkan darimu. Sekalipun kau melihatnya sebagai yang terbaik. Ingat, aku mengetahuinya, sesuatu yang mungkin tidak kau ketahui.”
“Bagaimana caramu melakukannya? Bagaimana kau membuat seseorang yang jatuh cinta padaku tiba-tiba berubah pikiran? kau tahu, itu membuatku merasa sangat buruk. Dan itu tidak terjadi hanya sekali.”
“Dengan cara yang tidak akan kau pahami. Kau tidak seburuk itu. Percayalah, kau hanya harus mengerti, semua ini untuk kebaikanmu sendiri. Kau terlalu berharga untuk disakiti. Kau terlalu berharga untuk disia-siakan. Itu tidak boleh terjadi padamu.”
“Aku mengerti maksudmu melindungiku. Tapi sampai kapan? Tanpa kau sadari kau sendiri yang menyakitiku. Kau tidak bisa terus memapahku untuk berjalan. Kau harus mempercayaiku bahwa aku bisa berjalan dengan kakiku sendiri.”
“Kau belum dewasa. Kau hanya tahu tentang mimpi indah. Aku belum bisa melepaskanmu.”
“Kalau begitu biarkan aku belajar. Biarkan aku jatuh agar aku bisa belajar untuk bangkit lagi dan berjalan dengan lebih baik. Bukankah dengan begitu aku bisa lebih dewasa? Kau tidak bisa membentengi aku terus seperti ini”
“Aku tidak akan membiarkanmu terjatuh. Kau belum benar-benar mengerti tentang hidup. Aku mengerti perasaanmu. Bersabarlah. Suatu saat nanti, cinta sejatimu akan datang menyelamatkanmu dari menara ini.”
“Dan kapan itu?”
“Ia akan datang. Percayalah. Itu sudah menjadi suatu keniscayaan untukmu.”
“Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi.”
“Bersabar dan berdo’alah… Kau bisa menyulamkan saputangan yang indah untuknya selagi kau menunggu. Kau mengerti maksudku? Persiapkanlah dirimu dan lakukan yang terbaik agar pangeranmu tidak menyesal menyelamatkanmu.”
Ya, cinta sejatiku akan datang menyelamatkanku dari menara ini. Dan selama aku menunggu, Malaikat Penjagaku tidak akan meninggalkan aku. Aku harap ia akan segera datang. Ia harus meluluhkan kekerasan Malaikat Penjagaku. Pangeranku, cinta sejatiku… aku mohon, segera keluarkan aku dari penjara ini…
* Apakah aku sedang berkhayal? Dapat kukatakan, antara ya dan tidak. Mungkin ini hanyalah sebuah dongeng.